TERAPI INTRAVENA
- Definisi
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan
cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh
melalui intravena. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving
seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu
keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan
dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa. Tindakan ini
merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan suplai cairan ke dalam
kompartemen intravaskuler. Terapi intravena dilakukan berdasarkan order dokter
dan perawat bertanggung jawab dalam pemeliharaan terapi yang dilakukan.
Pemilihan pemasangan terapi intravena didasarkan pada beberapa faktor,
yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien, usia, riwayat kesehatan dan
kondisi vena pasien. Apabila pemberian terapi intravena dibutuhkan dan
diprogramkan oleh dokter, maka perawat harus mengidentifikasi larutan yang
benar, peralatan dan prosedur yang dibutuhkan serta mengatur dan
mempertahankan sistem.
- Tipe-tipe cairan
Cairan/larutan yang digunakan dalam terapi intravena berdasarkan
osmolalitasnya dibagi menjadi:
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas sama atau mendekati
osmolalitas plasma. Cairan isotonik digunakan untuk mengganti volume ekstrasel,
misalnya kelebihan cairan setelah muntah yang berlangsung lama. Cairan ini akan
meningkatkan volume ekstraseluler. Satu liter cairan isotonik akan menambah
CES 1 liter. Tiga liter cairan isotonik diperlukan untuk mengganti 1
liter darah yang hilang.
Contoh:
NaCl 0,9 %
Ringer Laktat
Komponen-komponen darah (Alabumin 5 %, plasma)
Dextrose 5 % dalam air (D5W)
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih kecil daripada
osmolalitas plasma. Tujuan cairan hipotonik adalah untuk menggantikan cairan
seluler, dan
menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pemberian cairan ini
umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk
ke dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di intrasel dan ekstrasel, sel
tersebut akan membesar atau membengkak. Perpindahan cairan terjadi dari
kompartemen intravaskuler ke dalam sel. Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien
dengan risiko peningkatan TIK. Pemberian cairan hipotonik yang berlebihan akan
mengakibatkan:
1. Deplesi cairan intravaskuler
2. Penurunan tekanan darah
3. Edema seluler
4. Kerusakan sel
Karena larutan ini dapat menyebabkan komplikasi serius, klien harus dipantau
dengan teliti.
Contoh: dextrose 2,5 % dalam NaCl 0,45 %
NaCl 0,45 %
NaCl 0,2 %
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi daripada
osmolaritas plasma. Pemberian larutan hipertonik yang cepat dapat menyebabkan
kelebihan dalam sirkulasi dan dehidrasi. Perpindahan cairan dari sel ke
intravaskuler, sehingga menyebabkan sel-selnya mengkerut. Cairan ini
dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit ginjal dan jantung serta
pasien dengan dehidrasi.
Contoh: D 5% dalam saline 0,9 %
D 5 % dalam RL
Dextrose 10 % dalam air
Dextrose 20 % dalam air
Albumin 25
Pembagian cairan/larutan berdasarkan tujuan penggunaannya:
Berisi karbohidrat ( dekstrose, glukosa, levulosa) dan air. Air untuk menyuplai
kebutuhan air, sedangkan karbohidrat untuk kebutuhan kalori dan energi. Larutan
ini diindikasikan untuk pencegahan dehidrasi dan ketosis.
Contoh: D5W
Dekstrose 5 % dalam 0,45 % sodium chloride
Berisi elekrolit, kation dan anion. Larutan ini sering digunakan untuk
larutan hidrasi, mencegah dehidrasi dan koreksi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
Contoh: Normal Saline (NS)
Larutan ringer (sodium, Cl, potassium dan kalsium)
Ringer Laktat /RL (sodium, Cl, Potassium, Kalsium dan laktat)
Untuk menetralkan asidosis metabolik
Contoh : Ringer Laktat /RL
Untuk menetralkan alkalosis metabolik
Contoh : Dekstrose 5 % dalam NaCl 0,45 %
NaCl 0,9 %
Digunakan untuk meningkatkan volume darah karena kehilangan darah/plasma
dalam jumlah besar. (misal: hemoragi, luka baker berat)
Contoh : Dekstran
Plasma
Human Serum Albumin
Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:
§ Kristaloid
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume
expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna
pada pasien yang memerlukan cairan segera.
Contoh: Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
§ Koloid
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar
dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya
hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contoh: albumin dan steroid.
Contoh cairan infus:
- Tujuan
Tujuan terapi intravena adalah:
1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh
yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak
dapat dipertahankan melalui oral.
2. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan
dan elektrolit
3. Memperbaiki keseimbangan asam basa
4. Memberikan tranfusi darah
5. Menyediakan medium untuk pemberian obat
intravena
6. Membantu pemberian nutrisi parenteral
- Indikasi
1. Keadaan emergency (misal pada tindakan
RJP), yang memungkinkan pemberian obat langsung ke dalam IV
2. Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat
terhadap pemberian obat
3. Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis
besar secara terus-menerus melalui IV
4. Klien yang mendapat terapi obat yang tidak
bisa diberikan melalui oral atau intramuskuler
5. Klien yang membutuhkan koreksi/pencegahan
gangguan cairan dan elektrolit
6. Klien yang sakit akut atau kronis yang
membutuhkan terapi cairan
7. Klien yang mendapatkan tranfusi darah
8. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan)
sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan,
dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk
memudahkan pemberian obat)
9. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang
tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam
nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat
dipasang jalur infus.
- Kontraindikasi
Infus dikontraindikasikan pada daerah:
1.
Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau trombosis
2.
Daerah yang berwarna merah, kenyal, bengkak dan hangat saat disentuh
3. Vena
di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area flebitis
4. Vena
yang sklerotik atau bertrombus
5.
Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula
6.
Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau kerusakan kulit
7.
Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena terganggu)
8.
Lengan yang mengalami luka bakar
- Macam-Macam Infus
- Continous Infusion (Infus
berlanjut) mengunakan alat control
Infus ini bisa diberikan secara tradisional melalui cairan yang
digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran. Infus melalui
intravena, intra arteri dan intra techal (spinal) dapat dilengkapi dengan
menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun eksternal.
Keuntungan:
1. Mampu untuk menginfus cairan dalam jumlah
besar dan kecil dengan akurat
2. Adanya alarm menandakan adanya masalah seperti
adanya udara di selang infus atau adanya penyumbatan
3. Mengurangi waktu perawat untuk memastikan
kecepatan aliran infus
Kerugian:
1. Memerlukan selang khusus
2. Biaya lebih mahal
3. Pompa infus akan dilanjutkan untuk menginfus kecuali ada
infiltrasi
Contoh alat pengontrol infus:
Syringe
pump
Infus pump
- Intermittent Infusion (Infus
sementara)
Infus ini dapat diberikan melalui “heparin lock”, “piggybag” untuk infus
yang kontinyu, atau untuk terapi jangka panjang melalui perangkat infus .
Keuntungan :
1. Inkompabilitas dihindari
2. Dosis obat yang lebih besar dapat diberikan
dengan konsentrasi permililiter yang lebih rendah daripada yang dipraktikkan
dengan metode dorongan IV.
Kerugian :
1. Kecepatan pemberian tidak dikontrol dengan
teliti kecuali infus dipantau secara elektronik
2. Volume yang ditambahkan 50-100 ml cairan IV
dapat menyebabkan kelebihan cairan pada beberapa pasien
- Prinsip Gerontologis dan Pediatrik Pemberian Infus
1. Karena vena klien sangat rapuh, hindari tempat-tempat
yang mudah digerakkan atau digeser dan gunakan alat pelindung sesuai kebutuhan
(pasang spalk kalau perlu)
2. Pilih aktivitas sesuai usia yang sesuai dengan
pemeliharaan infus IV
3. Vena-vena kulit kepala sangat mudah pecah dan memerlukan
perlindunga agar tidak mudah mengalami infiltrasi (biasanya digunakan untuk
neonatus dan bayi)
4. Selalu memilih tempat penusukan yang akan menimbulkan
pembatasan yang minimal
5. Kebanyakan klien pediatrik biasanya menggunakan
kateter/jarum ukuran 22 G-24 G
1. Pada klien
lansia, sedapat mungkin gunakan kateter/jarum dengan ukuran paling kecil (24-26).
Ukuran kecil mengurangi trauma pada vena dan memungkinkan aliran darah lebih
lancar sehingga hemodilusi cairan intravena atau obat-obatan akan meningkat.
2. Hindari bagian
punggung tangan atau lengan lansia yang dominan untuk tempat pungsi, karena
akan mengganggu kemandirian lansia
3. Apabila kulit
dan vena lansia rapuh, gunakan tekanan torniket yang minimal
4. Kestabilan vena
menjadi hilang dan vena akan bergeser dari jarum (jaringan subkutan lansia
hilang). Untuk menstabilkan vena, pasang traksi pada kulit di bawah tempat
insersi
5. Penggunaan sudut
5 – 15 ° saat memasukkan jarum akan sangat bermanfaat karena vena lansia lebih
superficial
6. Pada lansia yang
memiliki kulit yang rapuh, cegah terjadinya perobekan kulit dengan meminimalkan
jumlah pemakaian plester.
- Komplikasi
1. Flebitis
Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik.
Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di
sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak
pada area insersi atau sepanjang vena, dan pembengkakan. Insiden flebitis
meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan
atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya, ukuran dan tempat
kanula dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya
mikroorganisme saat penusukan).
Intervensi :
§ Menghentikan IV dan memasang pada daerah lain
§ Tinggikan ekstremitas
§ Memberikan kompres hangat dan basah di tempat yang terkena
Pencegahan :
§ Gunakan tehnik aseptik selama pemasangan
§ Menggunakan ukuran kateter dan jarum yang sesuai dengan vena
§ Mempertimbangkan komposisi cairan dan medikasi ketika memilih area insersi
§ Mengobservasi tempat insersi akan adanya kemungkinan komplikasi apapun setiap
jam
§ Menempatkan kateter atau jarum dengan baik
§ Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin
2. Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling
tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat
peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun)
di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara
nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar
daripada tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang lebih
dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang torniket di atas
atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan
torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus
tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi.
Intervensi:
§ Menghentikan infus (infus IV seharusnya dimulai di tempat baru atau proksimal
dari infiltrasi jika ekstremitas yang sama digunakan)
§ Meninggikan ekstremitas klien untuk mengurangi ketidaknyamanan (meningkatkan
drainase vena dan membantu mengurangi edema)
§ Pemberian kompres hangat (meningkatkan sirkulasi dan mengurangi nyeri)
Pencegahan:
§ Mengobservasi daerah pemasangan infus secara kontinyu
§ Penggunaan kanula yang sesuai dengan vena
§ Minta klien untuk melaporkan jika ada nyeri dan bengkak pada area pemasangan
infus
3. Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di atas
area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH
rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin,
dan nafcillin)
Intervensi:
§ Turunkan aliran infus
Pencegahan:
§ Encerkan obat sebelum diberikan
§ Jika terapi obat yang menyebabkan iritasi direncanakan dalam jangka waktu
lama, sarankan dokter untuk memasang central IV.
4. Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar area
insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang berlawanan selama
penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan
ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala
hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan
kebocoran darah pada tempat penusukan.
Intervensi:
§ Melepaskan jarum atau kateter dan memberikan tekanan dengan kasa steril
§ Memberikan kantong es selama 24 jam ke tempat penusukan dan kemudian
memberikan kompres hangat untuk meningkatkan absorpsi darah
§ Mengkaji tempat penusukan
§ Memulai lagi uintuk memasang pada ekstremitas lain jika diindikasikan
Pencegahan:
§ Memasukkan jarum secara hati-hati
§ Lepaskan torniket segera setelah insersi berhasil
5. Tromboflebitis
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena.
Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan,
rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena,
imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan,
kecepatan aliran yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis.
Intervensi:
§ Menghentikan IV
§ Memberikan kompres hangat
§ Meninggikan ekstremitas
§ Memulai jalur IV di ekstremitas yang berlawanan
Pencegahan:
§ Menghindarkan trauma pada vena pada saat IV dimasukkan
§ Mengobservasi area insersi tiap jam
§ Mengecek tambahan pengobatan untuk kompabilitas
6. Trombosis
Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran infus
berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena, pelekatan
platelet.
Intervensi:
§ Menghentikan IV
§ Memberikan kompres hangat
§ Perhatikan terapi IV yang diberikan (terutama yang berhubungan dengan
infeksi, karena thrombus akan memberikan lingkungan yang istimewa/baik untuk
pertumbuhan bakteri)
Pencegahan:
§ Menggunakan tehnik yang tepat untuk mengurangi injuri pada vena
7. Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol
dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area
pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik
darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama.
Intervensi:
§ Bilas dengan injeksi cairan, jangan dipaksa jika tidak sukses
Pencegahan:
§ Pemeliharaan aliran IV
§ Minta pasien untuk menekuk sikunya ketika berjalan (mengurangi risiko aliran
darah balik)
§ Lakukan pembilasan segera setelah pemberian obat
8. Spasme vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar vena,
aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme vena bisa
disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat
atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat.
Intervensi:
§ Berikan kompres hangat di sekitar area insersi
§ Turunkan kecepatan aliran
Pencegahan:
§ Apabila akan memasukkan darah (missal PRC), buat hangat terlebih dahuilu.
9. Reaksi vasovagal
Kondisi ini digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena,
dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah.. Reaksi
vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan
Intervensi:
§ Turunkan kepala tempat tidur
§ Anjurkan klien untuk nafas dalam
§ Cek tanda-tanda vital (vital sign)
Pencegahan:
§ Siapkan klien ketika akan mendapatkan terapi, sehingga bisa mengurangi
kecemasan yang dialami
§ Gunakan anestesi lokal untuk mengurangi nyeri (untuk klien yang tidak tahan
terhadap nyeri)
10. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi
otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dan
deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak tepat
sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament.
Intervensi:
§ Hentikan pemasangan infus
Pencegahan:
§ Hindarkan pengulangan insersi pada tempat yang sama
§ Hindarkan memberikan penekanan yang berlebihan ketika mencari
lokasi vena
1. Septikemia/bakteremia
Adanya susbtansi pirogenik baik dalam larutan infus atau alat pemberian dapat
mencetuskan reaksi demam dan septikemia. Perawat dapat melihat kenaikan suhu
tubuh secara mendadak segera setelah infus dimulai, sakit punggung, sakit
kepala, peningkatan nadi dan frekuensi pernafasan, mual dan muntah, diare,
demam dan menggigil, malaise umum, dan jika parah bisa terjadi kollaps
vaskuler. Penyebab septikemi adalah kontaminasi pada produk IV, kelalaian
tehnik aseptik. Septikemi terutama terjadi pada klien yang mengalami penurunan
imun.
Intervensi:
§ Monitor tanda vital
§ Lakukan kultur kateter IV, selang atau larutan yang dicurigai.
§ Berikan medikasi jika diresepkan
Pencegahan:
§ Gunakan tehnik steril pada saat pemasangan
§ Gantilah tempat insersi, dan cairan, sesuai ketentuan yang berlaku
2. Reaksi alergi
Kondisi ini ditandai dengan gatal, hidung dan mata berair, bronkospasme,
wheezing, urtikaria, edema pada area insersi, reaksi anafilaktik (kemerahan,
cemas, dingin, gatal, palpitasi, paresthesia, wheezing, kejang dan
kardiak arrest). Kondisi ini bisa disebabkan oleh allergen, misal karena
medikasi.
Intervensi :
§ Jika reaksi terjadi, segera hentikan infus
§ Pelihara jalan nafas
§ Berikan antihistamin steroid, antiinflamatori dan antipiretik jika diresepkan
§ Jika diresepkan berikan epinefrin
§ Jika diresepkan berikan kortison
Pencegahan:
§ Monitor pasien setiap 15 menit setelah mendapat terapi obat baru
§ Kaji riwayat alergi klien
3. Overload sirkulasi
Membebani sistem sirkulasi dengan cairan intravena yang berlebihan akan
menyebabkan peningkatan tekanan darah dan tekanan vena sentral, dipsnea berat,
dan sianosis. Tanda dan gejala tambahan termasuk batuk dan kelopak mata yang
membengkak. Penyebab yang mungkin termasuk adalah infus larutan IV yang
terlalu cepat atau penyakit hati, jantung dan ginjal. Hal ini juga mungkin bisa
terjadi pada pasien dengan gangguan jantung yang disebut denga kelebihan beban
sirkulasi.
Intervensi:
§ Tinggikan kepala tempat tidur
§ Pantau tanda-tanda vital setiap 30 menit sampai 1 jam sekali
§ Jika diperlukan berikan oksigen
§ Mengkaji bunyi nafas
§ Jika diresepkan berikan furosemid
Pencegahan:
§ Sering memantau tanda-tanda vital
§ Menggunakan pompa IV untuk menginfus
§ Melakukan pemantauan secara cermat terhadap semua infus
4. Embolisme udara
Emboli udara paling sering berkaitan dengan kanulasi vena-vena sentral.
Manifestasi klinis emboli udara adalah dipsnea dan sianosis, hipotensi, nadi
yang lemah dan cepat, hilangnya kesadaran, nyeri dada, bahu, dan punggung
bawah.
Intervensi :
§ Klem atau hentikan infus
§ Membaringkan pasien miring ke kiri dalaam posisi Trendelenburg
§ Mengkaji tanda-tanda vital dan bunyi nafas
§ Memberikan oksigen
Pencegahan:
§ Pastikan sepanjang selang IV telah bebas dari udara, baru memulai
menyambungkan infus
§ Pastikan semua konektor tersambung dengan baik
- Cara Pemilihan Daerah Infus
Banyak tempat bisa digunakan untuk terapi intravena, tetapi kemudahan akses
dan potensi bahaya berbeda di antara tempat-tempat ini. Pertimbangan perawat
dalam memilih vena adalah sebagai berikut:
§ Usia klien (usia dewasa biasanya menggunakan vena di lengan, sedangkan infant
biasanya menggunakan vena di kepala dan kaki)
§ Lamanya pemasangan infus (terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk
memelihara vena)
§ Type larutan yang akan diberikan
§ Kondisi vena klien
§ Kontraindikasi vena-vena tertentu yang tidak boleh dipungsi
§ Aktivitas pasien (misal bergerak, tidak bergerak, perubahan tingkat
kesadaran, gelisah)
§ Terapi IV sebelumnya (flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik
untuk digunakan)
Tempat insersi/pungsi vena yang umum digunakan adalah tangan dan lengan. Namun
vena-vena superfisial di kaki dapat digunakan jika klien dalam kondisi tidak
memungkinkan dipasang di daerah tangan. Apabila memungkinkan, semua klien sebaiknya
menggunakan ekstremitas yang tidak dominan.
Berikut ini adalah gambar tempat yang bisa dipasang infus:
Panduan singkat pemilihan vena:
§ Gunakan vena distal lengan untuk pilihan pertama
§ Jika memungkinkan pilih lengan non dominan
§ Pilih vena-vena di atas area fleksi
§ Gunakan vena kaki jika vena lengan tidak dapat diakses
§ Pilih vena yang mudah diraba, vena yang besar dan yang memungkinkan aliran
cairan adequat
§ Pastikan bahwa lokasi yang dipilih tidak akan mengganggu aktivitas
sehari-hari pasien
§ Pilih lokasi yang tidak mempengaruhi pembedahan atau prosedur-prosedur yang
direncanakan
Tips untuk vena yang sulit:
§ Pasien gemuk, tidak dapat mempalpasi atau melihat vena——–buat citra visual
dari anatomi vena, pilih kateter yang lebih panjang
§ Kulit dan vena mudah pecah, infiltrasi terjadi setelah penusukan——gunakan
tekanan torniket yang minimal
§ Vena bergerak ketika ditusuk—–fiksasi vena menggunakan ibu jari ketika
melakukan penusukan
§ Pasien dalam keadaan syok atau mempunyai aliran balik vena minimal—-biarkan
torniket terpasang untuk meningkatkan distensi vena, gunakan kateter no. 18
atau 16.
Hindari menggunakan vena berikut:
§ Vena pada area fleksi (misal:fossa ante cubiti)
§ Vena yang rusak karena insersi sebelumnya (misal karena flebitis, infiltrasi
atau sklerosis)
§ Vena yang nyeri palpasi
§ Vena yang tidak stabil, mudah bergerak ketika jarum dimasukkan
§ Vena yang mudah pecah
§ Vena yang berbelok-belok
§ Vena dorsal yang rapuh pada klien lansia dan pembuluh darah pada ekstremitas
dengan gangguan sirkulasi (misal pada mastektomi, graft dialysis atau
paralysis)
Cara memunculkan vena:
§ Mengurut ekstremitas dari distal ke proksimal di bawah tempat pungsi vena
yang dituju
§ Minta klien menggenggam dan membuka genggaman secara bergantian
§ Ketuk ringan di atas vena
§ Gunakan torniket sedikitnya 5-15 cm di atas tempat yang akan diinsersi,
kencangkan torniket
§ Berikan kompres hangat pada ekstremitas selama beberapa menit (misal dengan
waslap hangat)
- Cara Penghitungan Cairan Infus
Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus adalah tanggung jawab perawat.
Masalah yang dapat muncul apabila perawat tidak memperhatikan regulasi infus
adalah hipervolemia dan hipovolemia. Dalam menentukan tetesan infus, perawat
perlu memperhatikan faktor tetesan yang akan digunakan. Faktor tetesan yang
sering digunakan adalah:
§ Mikrodrips (tetes mikro) : 60 tetes/ml (infuset
mikro)
§ Makrodrips (tetes makro) : 10 tetes/ml, 15 tetes/ml, 20
tetes/ml (infuset regular/makro)
Untuk mengatur tetesan infus, perawat harus mengetahui volume cairan yang akan
dimasukkan dan waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan cairan infus.
Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan millimeter perjam
(ml/h) dan penghitungan tetes permenit.
§ Millimeter per jam
Contoh: 3000 ml diinfuskan dalam 24 jam, maka jumlah milliliter
perjamnya adalah sebagai berikut:
3000 / 24 = 125 ml/h
§ Tetes per menit
Contoh: 1000 ml dalam 8 jam, faktor tetesan 20
1000 x 20 / 8 x 60 = 41 tpm (tetes per menit)
Faktor yang mempengaruhi tetesan infus:
§ Posisi lengan
Posisi lengan klien terkadang bisa menurunkan aliran infus. Sedikit pronasi,
supinasi, ekstensi atau elevasi lengan dengan bantal dapat meningkatkan
aliran.
§ Posisi dan kepatenan selang infus (aliran berbanding langsung dengan diameter
selang)
Aliran akan lebih cepat melalui kanula dengan diameter besar, berlawanan dengan
kanul kecil.
§ Posisi botol infus
Menaikkan ketinggian wadah infus dapat memperbaiki aliran yang tersendat-sendat
(aliran berbanding langsung dengan ketinggian bejana cairan).
§ Larutan/cairan yang dialirkan (aliran berbanding terbalik dengan viskositas
cairan)
Larutan intravena yang kental, seperti darah, membutuhkan kanula yang lebih
besar dibandingkan dengan air atau larutan salin.
§ Panjang selang (aliran berbanding terbalik dengan panjang selang)
Menambah panjang selang pada jalur IV akan menurunkan aliran.
- Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Pastikan bahwa obat sesuai dengan anjuran
2. Periksa larutan/cairan sebelum dimasukkan
(masa kadaluarsa, keutuhan botol, ada bagian yang bocor atau tidak)
3. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah
yang infeksi, vena yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang
tidak stabil
4. Gunakan jarum sesuai dengan kondisi vena klien
5. Larutkan obat sesuai indikasi, banyak obat
yang dapat mengiritasi vena dan memerlukan pengenceran yang sesuai
6. Pastikan kecepatan pemberiannya dengan benar
7. Jika akan memberikan obat melalui selang infus
yang sama, akan lebih baik jika dibilas terlebih dulu dengan cairan fisiologis
(misal NaCl)
8. Kaji kondisi pasien dan toleransinya terhadap
obat yang diberikan
9. Kaji kepatenan jalan infus
10. Perhatikan waktu pemasangan infus, ganti tempat pemasangan jika ada
tanda-tanda infeksi
- Respon pasien terhadap obat
1. Adakah efek mayor yang timbul
(anafilaksis, respiratori distress, takikardia, bradikardi, kejang)
2. Adakah efek samping minor (mual, pucat, kulit
kemerahan atau bingung)
- Pemeliharaan infus
§ Periksa area insersi
§ Periksa seluruh system IV (jumlah cairan, kecepatan aliran, integritas jalur,
posisi jalur halus, kondisi area insersi, kondisi proksimal vena sampai
area insersi)
§ Kaji adanya komplikasi terapi IV
§ Kaji respon klien terhadap terapi
§ Lakukan perawatan pada daerah insersi (sesuai kebijakan institusi)
- Persiapan Pasien
§ Jelaskan pada pasien tentang prosedur yang akan dilakukan (meliputi
proses pungsi vena, informasi tentang lamanya infus dan pembatasan aktivitas)
§ Jika pasien akan menggunakan anestesi lokal pada area insersi, tanyakan
adanya alergi terhadap anestesi yang digunakan
§ Jika pasien tidak menggunakan anestesi, jelaskan bahwa nanti akan
muncul nyeri ketika jarum dimasukkan, tapi akan hilang ketika kateter
sudah masuk.
§ Jelaskan bahwa cairan yang masuk awalnya akan terasa dingin, tapi sensasi itu
hanya akan terasa pada beberapa menit saja.
§ Jelaskan pada pasien bahwa jika ada keluhan/ketidaknyamanan selama
pemasangan, supaya menghubungi perawat.
- Persiapan Alat
§ Larutan yang benar
§ Jarum yang sesuai (abbocath, wing needle/butterfly)
§ Set infus
§ Selang intravena
§ Alkohol dan swab pembersih yodium—povidon
§ Torniket
§ Sarung tangan sekali pakai
§ Kasa atau balutan trasparan dan larutan atau salep yodium—povidon
§ Plester
§ Handuk/pengalas tangan
§ Tiang penyangga IV
§ Bengkok (tempat pembuangan jarum)
§ Gunting
Contoh jarum infus/abbocath:
§ ONC (over the needle cannula)
Tujuan : terapi jangka panjang untuk pasien agitasi
atau pasien yang aktif
Manfaat : lebih nyaman bagi
klien, ada tempat untuk mengecek aliran darah balik, kerusakan pada vena
lebih kecil.
Kerugian : lebih sulit dimasukkan daripada alat
lain
§ Through the needle cannula
Tujuan : terapi jangka panjang
untuk pasien agitasi atau pasien yang aktif
Manfaat : kerusakan pada vena lebih
kecil, lebih nyaman bagi klien, tersedia dalam berbagai ukuran panjang.
Kerugian : biasanya untuk pasien lansia, menimbulkan
kebocoran.
§ Wing needle:
Tujuan : terapi jangka pendek
untuk pasien yang kooperatif, terapi untuk neonatus, anak atau
lansia dengan vena yang fragile dan sklerotik
Manfaat
:
meminimalkan nyeri ketika insersi, ideal untuk memasukkan obat
Kerugian : mudah
menimbulakan infiltrasi , jika wing needle kaku yang digunakan
Contoh ukuran jarum:
§ nomor 16——bedah mayor atau trauma
§ nomor 18——darah dan produk darah, pemberian obat-obat yang kental
§ nomor 20——digunakan pada kebanyakan pasien
§ nomor 22——digunakan pada kebanyakan pasien, terutama anak-anak dan orangtua
§ nomor 24——pasien pediatric atau neonatus
Semakin besar ukuran, semakin kecil caliber kateter.
- Prosedur Kerja Pungsi/Pemasangan Infus
1. Baca
status dan data klien untuk memastikan program terapi IV
2. Cek alat-alat
yang akan digunakan
3. Cuci tangan
4. Beri salam dan
panggil klien sesuai dengan namanya
5. Perkenalkan nama
perawat
6. Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan pada klien
7. Jelaskan tujuan
tindakan yang dilakukan
8. Beri kesempatan
pada klien untuk bertanya
9. Tanyakan keluhan
klien saat ini
10. Jaga privasi klien
11. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur
klien
12. Tinggikan tempat tidur sampai ketingian
kerja yang nyaman
13. Letakkan klien dalam posisi semifowler
atau supine jika tidak memungkinkan (buat klien senyaman mungkin)
14. Buka kemasan steril dengan meanggunakan
tehnik steril
15. Periksa larutan dengan menggunakan lima
benar dalam pemberian obat
16. Buka set infus, pertahankan sterilitas
kedua ujungnya
17. Letakkan klem yang dapat digeser tepat
di bawah ruang drip dan gerakkan klem pada posisi off
18. Lepaskan pembungkus lubang slang IV
pada kantung larutan IV plastik tanpa menyentuh ujung tempat masuknya alat set
infuse
19. Tusukkan set infus ke dalam kantong
atau botol cairan (untuk kantong, lepaskan penutup protektor dari jarum insersi
selang, jangan menyentuh jarumnya, dan tusukkan jarum ke lubang kantong IV.
Untuk botol, bersihkan stopper pada botol dengan menggunakan antiseptik
dan tusukkan jarum ke karet hitam stopper botol IV.
20. Gantungkan botol infus yang telah
dihubungkan dengan set infus pada tempat yang telah disediakan (pertahankan
kesterilan set infus)
21. Isi selang infus dengan cairan, pastikan
tidak ada udara dalam selang (terlebih dulu lakukan pengisian pada ruang
tetesan/the drip chamber). Setelah selang terisi, klem dioffkan
dan penutup ujung selang infus ditutup
22. Beri label pada IV dengan nama pasien,
obat tambahan, kecepatan pemberian.
23. Pasang perlak kecil/pengalas di bawah
lengan/tangan yang akan diinsersi
24. Kenakan sarung tangan sekali pakai
25. Identifikasi aksesibilitas vena untuk
pemasangan kateter IV atau jarum
26. Posisikan tangan yang akan diinsersi
lebih rendah dari jantung, pasang torniket mengitari lengan, di atas fossa
antekubital atau 10-15 cm di atas tempat insersi yang dipilih (jangan memasang
torniket terlalu keras untuk menghindari adanya cidera atau memar pada kulit).
Pastikan torniket bisa menghambat aliran IV. Periksa nadi distal.
27. Pilih vena yang berdilatasi baik,
dimulai dari bagian distal, minta klien untuk mengepal dan membuka tangan
(apabila belum menemukan vena yang cocok, lepaskan dulu torniket, dan ulangi
lagi setelah beberapa menit).
28. Bersihkan tempat insersi dengan kuat,
terkonsentrasi, dengan gerakan sirkuler dari tempat insersi ke daerah luar
dengan larutan yodium—povidon, biarkan sampai kering. (klien yang alergi
terhadap yodium, gunakan alkohol 70 % selama 30 detik)
29. Lakukan pungsi vena, fiksasi vena
dengan menempatkan ibu jari tangan yang tidak memegang alat infus di atas vena
dengan cara meregangkan kulit. Lakukan penusukan dengan sudut 20-30°, tusuk
perlahan dengan pasti
30. Jika tampak aliran darah balik,
mengindikasikan jarum telah masuk vena.
31. Rendahkan posisi jarum sejajar kulit
dan tarik jarum sedikit lalu teruskan plastik IV kateter ke dalam vena
32. Stabilkan kateter IV dengan satu tangan
dan lepaskan torniket dengan tangan yang lain
33. Tekan dengan jari ujung plastik IV
karteter, lalu tarik jarum infus keluar
34. Sambungkan plastic IV kateter dengan
ujung selang infus dengan gerakan cepat, jangan menyentuh titik masuk selang
infus
35. Buka klem untuk memulai aliran infus
sampai cairan mengalir lancar
36. Fiksasi sambungan kateter infus
(apabila sekitar area insersi kotor, bersihkan terlebih dulu)
37. Oleskan dengan salep betadin di atas
area penusukan, kemudian tutup dengan kasa steril, pasang plester
38. Atur tetesan infus sesuai ketentuan
39. Beri label pada temapt pungsi vena
dengan tanggal, ukuran kateter, panjang kateter, dan inisial perawat.
40. Buang sarung tangan dan persediaan yang
digunakan
41. Cuci tangan
42. Berikan reinforcement positif
43. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
44. Akhiri kegiatan dengan baik
45. Observasi klien setiap jam untuk
menentukan respon terhadap terapi cairan (jumlah cairan benar sesuai program
yang ditetapkan, kecepatan aliran benar, kepatenan vena, tidak terdapat
infiltrasi, flebitis atau inflamasi)
46. Dokumentasikan di catatan perawatan
(tipe cairan, tempat insersi, kecepatanaliran, ukuran dan tipe kateter atau
jarum, waktu infus dimulai, respon terhadap cairan IV, jumlah yang diinfuskan,
integritas serta kepatenan sistem IV.
PERAWATAN INFUS
A. Definisi
Perawatan infus merupakan tindakan yang dilakukan dengan mengganti balutan/plester
pada area insersi infus. Frekuensi penggantian balutan ditentukan oleh
kebijakan institusi. Dulu penggantian balutan dilakukan setiap hari, tapi saat
ini telah dikurangi menjadi setiap 48 sampai 72 jam sekali, yakni bersamaan
dengan penggantian daerah pemasangan IV (Gardner, 1996)
B. Tujuan
- Mempertahankan tehnik steril
- Mencegah masuknya bakteri ke dalam aliran darah
- Pencegahan/meminimalkan timbulnya infeksi
- Memantau area insersi
C. Indikasi
- Pasien yang dipasang infus lebih dari satu hari
- Balutan infus basah atau kotor
D. Persiapan pasien
1. Jelaskan pada pasien tujuan dari penggantian
balutan
2. Jelaskan akibat apabila balutan tidak diganti
E. Persiapan alat
1. Kasa steril
2. Larutan atau salep yodium—povidin
3. Pinset
4. Kapas alkohol
5. Plester
6. Sarung tangan sekali pakai
7. Bengkok
8. Perlak kecil atau pengalas
9. Gunting
F. Hal-hal yang perlu diperhatikan
- Kaji area insersi saat mengganti balutan
- Kaji adanya tanda-tanda komplikasi
- Pertahankan tehnik steril ketika mengganti balutan
Prosedur Kerja Perawatan Infus
1. Identifikasi data klien
2. Kaji kebutuhan perawatan infus
3. Siapkan peralatan (kasa steril, larutan atau
salep yodium—povidin, pinset, kapas alkohol, plester, sarung tangan sekali
pakai, bengkok, pengalas/perlak kecil, gunting)
4. Cuci tangan
5. Jaga privasi klien
6. Beri salam dan panggil klien sesuai dengan
namanya
7. Perkenalkan nama perawat
8. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
9. Berikan kesempatan klien untuk bertanya
10. Tanyakan keluhan klien
11. Dekatkan alat-alat ke samping klien
12. Tinggikan tempat tidur sampai ketingian kerja yang nyaman
13. Posisikan klien senyaman mungkin
14. Letakkan pengalas/perlak kecil di bawah tangan
15. Pakai sarung tangan sekali pakai
16. Lepaskan balutan trasparan searah dengan arah pertumbuhan rambut
klien atau lepaskan plester dan kasa balutan yang lama selapis demi selapis.
Untuk kedua balutan trasparan dan balutan kasa, biarkan plester memfiksasi
jarum IV atau kateter tetap di tempat.
17. Hentikan infus jika terjadi flebitis, infiltrasi, bekuan, atau ada
instruksi dokter untuk melepas
18. Apabila infus mengalir dengan baik, lepaskan plester yang memfiksasi
jarum dan kateter. Stabilkan jarum dengan satu tangan
19. Gunakan pinset dan kasa untuk membersihkan dan mengangkat sisa
plester
20. Bersihkan tempat insersi dengan gerakan memutar dari dalam kearah
luar dengan menggunakan yodium—povidon.
21. Pasang plester untuk fiksasi
22. Oleskan salep atau yodium—povidon.di tempat insersi infus
23. Letakkan kasa kecil diatas salep/ yodium—povidon.
24. Tutup kasa dengan plester
25. Tulis tanggal dan waktu penggantian balutan
26. Bereskan alat-alat yang telah digunakan
27. Lepas sarung tangan dan cuci tangan
28. Kaji kembali fungsi dan kepatenan infus
29. Kaji respon klien
30. Berikan renforcement positif
31. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
32. Akhiri kegiatan dengan baik
33. Dokumentasikan waktu penggantian balutan, tipe balutan, kepatenan
sistem IV, kondisi daerah vena,