1. Perawatan preoperatif
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan
awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan
secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan
fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan
tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan
berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari
fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat
diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. Adapun
persiapan klien di unit perawatan meliputi :
a. Konsultasi dengan dokter obstetrik dan dokter anestesi
Semua
ibu yang akan dioperasi harus diperiksa dokter obstetri dan dokter
anestesi sebelum operasi dilakukan. Anggota multidisiplin lainnya juga
dapat terlibat, misalnya fisioterapis.
b. Pramedikasi
Pramedikasi
adalah obat yang diberikan sebelum operasi dilakukan. Sebagai persiapan
atau bagian dari anestesi. Pramedikasi dapat diresepkan dalam berbagai
bentuk sesuai kebutuhan, misalnya relaksan, antiemetik, analgesik dll.
c. Perawatan kandung kemih dan usus
Konstipasi
dapat terjadi sebagai masalah pascabedah setelah puasa dan imobilisasi,
oleh karena itu lebih baik bila dilakukan pengosongan usus sebelum
operasi. Kateter residu atau indweling dapat tetap dipasang untuk
mencegah terjadinya trauma pada kandung kemih selama operasi.
d. Stoking kompresi
Stocking
dengan ukuran yang tepat harus dipakai ibu sebelum operasi dilakukan,
terutama pada ibu yang memiliki resiko tinggi, misal obesitas atau
varises vena. Kematian akibat emboli pulmoner merupakan resiko bagi ibu
yang melahirkan dengan operasi atau mengalami imobilitas.
e. Mengidentifikasi dan melepas prostesis
Semua
prostesis seperti lensa kontak, gigi palsu, kaki palsu, perhiasan dll
harus dilepas sebelum pembedahan. Selubung gigi juga harus dilepas
seandenya akan diberikan anestesi umum, karena adanya resiko terlepas
dan tertelan. Pakai gelang identitas, terutama pada ibu yang
diperkirakan akan tidak sadar dan disiapkan gelang identitas untuk bayi.
f. Persiapan Fisik
Persiapan
fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan,
yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum
dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik
lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status
pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain-lain. ?Selain itu pasien harus istirahat yang cukup,
karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan
mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang
memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi
pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan
nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi
harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup
untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien
mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien
menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering
terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama.
Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance
cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output
cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan
diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmoll), kadar
kalium serum (normal : 3,5 - 5 mmoll) dan kadar kreatinin serum
(0,70-1,50 mgdl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan
fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka
operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami
gangguan seperti oligurianuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut
maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali
pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung
dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan
yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan
tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enemalavement.
Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan
mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah
untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan
operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso
gastric tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah
operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang
dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi
tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggumenghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi
tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada
pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus
dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah
yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur
sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daeran yang dilakukan
pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi.
Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika
yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya :
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada
fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan,
pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum
pembedahan.
a) Persiapan Kulit Untuk Pembedahan (Mencukur)
(1) Pengertian
Pencukur
rambut dilakukan untuk menghilangkan rambut tubuh yang menjadi tempat
mikroorganisme dan menghambat pandangan lengan pembedahan.
(2) Tujuan
(a) Mencegah terjadinya infeksi
(b) Menurunkan angka terjadinya injuri saat operasi.
(3) Persiapan alat
(a) Alat cukur listrik
(b) Gunting, handuk
(c) Bola kapas
(d) Aplikator (jika diperlukan)
(e) Larutan antiseptik (tidak menjadi keharusan)
(f) Lampu portable
(g) Selimut mandi
(h) Bengkok
(i) Sketsel
(4) Prosedur
(a)
Inspeksi kondisi umum kulit bila terjadi lesi, iritasi, atau tanda
infeksi, pencukuran seharusnya tidak dilakukan. Kondisi ini meningkatkan
kemungkinan terhadap infeksi luka pasca operasi
(b) Tinjau kembali
pesanan dokter untuk memastikan area yang akan dipotong. (tinjau
prosedur ruang operasi sesuai kebijakan institusi) area luas untuk
pemotongan rambut tergantung pada tempat insisi, tempat pembedahan.
(c)
Jelaskan mengenai prosedur dan rasionalisasinya untuk pemotongan rambut
diatas permukaan yang luas. Meningkatkan kerja sama dan meminimalkan
ansietas karena klien dapat berpikir insisi akan seluas tempat
pemotongan rambut.
(d) Cuci tangan Mengurangi transmisi infeksi.
(e) Tutup pintu ruangan atau tirai tempat tidur memberikan privasi pada klien
(f)
Atur posisi tempat tidur yang sesuai (tempat tidur di tinggikan)
Menghindari bekerja sambil membungkuk dalam waktu yang lama.
(g) Atur
posisi pasien senyaman mungkin dengan posisi pembedahan. Pemotongan
rambut dan persiapan kulit dapat memerlukan waktu beberapa menit.
(h) Keringkan area yang dipotong dengan handuk. Menghilangkan kelembaban, yang mempengaruhi kebersihan potongan dari pemotongan.
(i)
Pegang pemotong pada tangan dominan, sekitar 1 cm diatas kulit, dan
gunting rambut pada arah tumbuhnya. Mencegah penarikan rambut dan abrasi
kulit
(j) Atur selimut sesuai kebutuhan. Mencegah pemajangan bagian tubuh yang tidak perlu
(k)
Dengan ringan, sikat rambut yang tercukur dengan handuk. Menghilangkan
rambut yang terkontaminasi dan meningkatkan kenyamanan klien memperbaiki
penglihatan terhadap area yang dipotong
(l) Bila memotong area
diatas permukaan tubuh (missal umbilicus atau lipat paha) bersihkan
lipatan dengan aplikator berujung kapas yang telah dicelupkan ke arah
larutan antiseptik, kemudian dikeringkan. Menghilangkan secret, kotoran,
dan sisa potongan rambut, yang menjadi tempat pertumbuhan
mikroorganisme.
(m) Berikan klien bahwa prosedur telah selesai. Menghilangkan ansietas klien
(n)
Bersihkan dan rapikan peralatan sesuai kebijakan institusi, buang
sarung tangan. Pembuangan peralatan yang kotor sesuai tempatnya mencegah
penyebaran infeksi dan mengurangi resiko cidera.
(o) Inspeksi
kondisi kulit setelah menyelesaikan pemotongan rambut. Menentukan bila
terdapat sisa rambut atau bila kulit terpotong
(p) Dokumentasikan prosedur, area yang dipotong atau dicukur, dan kondisi kulit sebelum dan sesudah tindakan.
(q) Hal yang perlu diperhatikan
Lakukan
kewaspadaan ekstra bila klien memiliki kecenderungan perdarahan
sebelumnya seperti pada leukemia, anemia aplikasi, atau hemofilia atau
telah menerima terapi anti koagulan. Bila klien memiliki kecenderungan
perdarahan atau pada terapi antikoagulan, pencukuran kering mungkin
dianjurkan.
(r) Penyuluhan klien
Jelaskan tujuan pencukuran, dan pentingnya untuk keselamatan klien.
Klien harus memahami bahwa pencukuran permukaan kulit lebih luas dari pada area pembedahan yang sesungguhnya.
6) Personal Hygine
Kebersihan
tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada
daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan
untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih
seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal
hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan
kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain
untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk
mengobservasi balance cairan.
8) Latihan Pra Operasi
Berbagai
latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondsi pasca operasi,
seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada
tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara
lain latihan nafas dalam, latiihan batuk efektif dan latihan gerak
sendi.
a) Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif
(1) Pengertian
Suatu tindakan pendidikan kesehatan yang diajarkan pada klien sebelum operasi
(2) Tujuan
(a) Mencegah terjadinya komplikasi paru-paru akibat pembedahan
(b) Membantu paru-paru berkembang dan mencegah terjadinya akumulasi sekresi yang terjadi setelah anestesi
(3) Prosedur
(a) Tidur dengan posisi semi fowler atau fowler penuh dengan lutut fleksi, abdomen relaks dan dada ekspansi penuh.
(b) Letakkan tangan diatas perut
(c) Bernafas pelan melalui hidung dengan membiarkan dada ekspansi dan rasakan perut mengempis dengan tangan yang ada diatasnya
(d) Tahan nafas selama 3 detik
(e) Keluarkan nafas melalui bibir yang terbuka sedikit secara pelan-pelan (abdomen/perut kontraksi dengan inspirasi)
(f) Tarik dan keluarkan nafas 3x, kemudian setelah inspirasi diikuti dengan batuk yang kuat /keras untuk mengeluarkan sekret
(g) Istirahat
(h) Ulangi tahap c sampai g
b) Latihan Kaki
(1) Pengertian
Suatu tindakan latihan persiapan fisik yang diajarkan ke pasien pada saat periode sebelum operasi (pre operasi).
(2) Tujuan
(a) Memperlancar peredaran darah
(b) Mencegah vena statis
(c) Mempertahankan tonus otot
(3) Prosedur
Ajarkan
pada pasien tiga bentuk latihan yang berisi tentang kontraksi dan
relaksasi otot quadriceps (vastus intermedius, vastus lateralis, rectus
femoris dan vastus medialis) dan otot gastroknemius.
(a) Lakukan
dorsifikasi dan flantar fleksi pada kaki. Latihan kadang-kadang
diberiakan seperti dalam keadaan memompa. Gerakan ini akan membuat
kontrksi dan relaksasi pada otot betis. Latihan kaki menolong mencegah
terjadinya thrombophlebitis dan vena statis.
(b) Fleksi dan ekstensi pada lutut dan penekanan kembali lutut kedalam bed.
Instruksikan pasien untuk memulai latihan segera setelah operasi sesuai dengan kemampuannya.
(c)
Naikkan dan turunkan kaki dari permukaan bed. Ekstensikan lutut untuk
menggerakan kaki. Latihan ini menimbulkan kontraksi dan relaksasi otot
quadriceps. Awasi pasien dalam melakukan latihan kurang lebih satu jam
setiap bangun tidur, dengan catatan frekuensi latihan tergantung kondisi
pasien. Jelaskan pada pasien bahwa dengan kontraksi otot akan
memperlancar peredaran darah.
c) Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak
sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang
diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien
Keluarga
pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan
pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan
tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama
sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien
selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat
merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir
pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan
terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk
mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal.
Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of
Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya
dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya
kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
Status
kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang
akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan
mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis
dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usispenuaan
dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan.
Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien
sebelum dilakukan pembedahan operasi.
9) Faktor resiko terhadap pembedahan
a) Usia
Pasien
dengan usia yang terlalu muda (bayianak-anak) dan usia lanjut mempunyai
resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia
tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan
oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
b) Nutrisi
Kondisi
malnutris dan obesitaskegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan
dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase
penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami
defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka.
Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air,
vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng
(diperlukan untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami
obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat
rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan
teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum
terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan beraat badan;
pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah
mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain
itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik
dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
c) Penyakit Kronis
Pada
pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan
insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi
kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak
masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun
pasca pembedahan sangat tinggi.
d) Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada
pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes
mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien
saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin
terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan
karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin
yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau
glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko
mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan kortikosteroid
harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
e) Merokok
Pasien
dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler,
terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan
tekanan darah sistemiknya.
f) Alkohol dan obat-obatan
Individu
dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan
masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan
meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang
seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat
perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan
pemasangan NGT.
10) Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan.
Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada
pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan
radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain -
lain. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada
pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan
penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita
pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka
dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak
menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai
macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan
(bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien,
elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan
radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai
jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum
operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun
tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien).
Pemeriksaan penunjang antara lain :
a) Pemeriksaan Radiologi dan
diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah
fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan)
, MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy,
Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKGECG (Electro Cardio Grafi), ECHO,
EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
b) Pemeriksaan Laboratorium,
berupa pemeriksan darah : hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED
(laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan
globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT BT, ureum
kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang
jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
c) Biopsi, yaitu
tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk
memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan
untuk memastikan apakah ada tumor ganasjinak atau hanya berupa infeksi
kronis saja.
d) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
Pemeriksaan KGD
dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang
normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam
(puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi)? dan juga dilakukan
pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
e) Dan lain-lain
Pemeriksaan Status Anastesi
Pemeriksaaan
status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan
selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan
pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang
diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist).
Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya
akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
11) Inform Consent
Selain
dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal
lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab
dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya
harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai
resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan
medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan
medis (pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi
tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan
satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua
tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien.
Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan
sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami
operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti:
kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap
pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam
perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit
menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang
bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan
pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya
sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan
informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan,
pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum
menjelaskan secara detail, maka pihak pasienkeluarganya berhak untuk
menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting
untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh
pasienkeluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak
sesuai dengan gambaran keluarga.
2. Perawatan intraoperatif
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif.
Aktivitas
yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang
dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh
perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk
perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang
mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul
permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk
itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah
fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus
berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga
pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang
terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien,
tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan kerja sama yang
sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam
prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli
anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik
dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua
ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan dan yang
ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif
bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being)
pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi
petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan
aktivitas selama pembedahan. Peran lain perawat di ruang operasi adalah
sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini
sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa.
Namun demikian praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat.
Peran perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan,
memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan
bedah dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang
optimal selama pembedahan, informasi mengenai pasien harus dijelaskan
pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter
bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan
perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti
perdarahan, temuan yang tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan
elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan
dan dikomunikasikan dengan staff PACU.
a. Prinsip-Prinsip Umum
1) Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis
dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang
memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau
ditiadakan, baik secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik.
Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-alat
bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implantat, alat-alat yang
dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan
lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari
kulit/tangan
2) Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan personel
sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci tangan
steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik
pemakaian sarung tangan steril). Semua anggota tim operasi harus
memahami konsep tersebut diatas untuk dapat memberikan penatalaksanaan
operasi secara asepsis dan antisepsis sehingga menghilangkan atau
meminimalkan angka kuman. Hal ini diperlukan untuk meghindarkan bahaya
infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan
(infeksi nosokomial).
Disamping sebagai cara pencegahan terhadap
infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut juga digunakan untuk
memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang
didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantranya
penularan berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh pasien
(darah, cairan peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.
3) Prinsip asepsis pasien
Pasien
yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah
dengan melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat
medan operasi steril. Prosedur-prosedur itu antara lain adalah
kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan tindakan drapping.
4) Prinsip asepsis instrumen
Instrumen
bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada
dalam keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah
perawatan dan sterilisasi alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat
pembedahan dengan menggunakan teknik tanpa singgung dan menjaga agar
tidak bersinggungan dengan benda-benda non steril.
b. Fungsi Keperawatan Intra Operatif
Selain
sebagai kepala advokat pasien dalam kamar operasi yang menjamin
kelancaran jalannya operasi dan menjamin keselamatan pasien selama
tindakan pembedahan. Secara umum fungsi perawat di dalam kamar operasi
seringkali dijelaskan dalam hubungan aktivitas-aktivitas sirkulasi dan
scrub (instrumentator).
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang
operasi dan melindungi keselamatan dan kebutuhan pasien dengan memantau
aktivitas anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di dalam ruang
operasi. Tanggung jawab utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu
yang sesuai, kelembapan, pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi
dan ketersediaan berbagai material yang dibutuhkan sebelum, selama dan
sesudah operasi. Perawat sirkuler juga memantau praktik asepsis untuk
menghindari pelanggaran teknik asepsis sambil mengkoordinasi perpindahan
anggota tim yang berhubungan (tenaga medis, rontgen dan petugas
laboratorium). Perawat sirkuler juga memantau kondisi pasien selama
prosedur operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
Aktivitas perawat
sebagai scrub nurse termasuk melakukan desinfeksi lapangan pembedahan
dan drapping, mengatur meja steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan
peralatan khusus yang dibutuhkan untuk pembedahan. Selain itu perawat
scrub juga membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan dengan
melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan seperti mengantisipasi
instrumen yang dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan peralatan lain
serta terus mengawasi kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh
anastesi. Saat luka ditutup perawat harus mengecek semua peralatan dan
material untuk memastikan bahwa semua jarum, kassa dan instrumen sudah
dihitung lengkap.
Kedua fungsi tersebut membutuhkan pemahaman,
pengetahuan dan ketrampilan perawat tentang anatomi, perawatan jaringan
dan prinsip asepsis, mengerti tentang tujuan pembedahan, pemahaman dan
kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan dan untuk bekerja
sebagai anggota tim yang terampil dan kemampuan untuk menangani segala
situasi kedaruratan di ruang operasi.
c. Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi :
1) Kesejajaran fungsional
Maksudnya
adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang
berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh :
a) Supine (dorsal recumbent) :
Hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi, appendiktomi, mastectomy atau pun reseksi usus.
b) Pronasi
Operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal : Lamninectomy
c) Trendelenburg
Dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen, sering digunakan untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau pelvis.
d) Lithotomy
Posisi
ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya digunakan untuk
operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan pembedahan rectal seperti :
Hemmoiroidektomy
e) Lateral
Digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul.
2) Pemajanan area pembedahan
Pemajanan
daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan
pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat
mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping.
3) Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
a)
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus
dipertahankan sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses
pembedahan juga sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien dengan
memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
b) Memasang alat grounding ke pasien
c) Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien selama operasi sehingga pasien kooperatif.
d)
Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti :
cairan infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
4) Monitoring Fisiologis
a) Melakukan balance cairan
Penghitungan
balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.
Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan
yang masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian
melakukan koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya
dengan pemberian cairan infus.
b) Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun
kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk melihat
apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan
meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen,
perdarahan dll.
c) Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan
tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien
masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan
intervensi secepatnya.
5) Monitoring Psikologis
Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :
a) Memberikan dukungan emosional pada pasien
b) Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
c) Mengkaji status emosional klien
d) Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika ada perubahan)
6) Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
Tindakan yang dilakukan antara lain :
a) Memanage keamanan fisik pasien
b) Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
7) Tim Operasi
Setelah
kita tahu tentang aktivitas keperawatan yang dilakukan di kamar
operasi, maka sekarang kita akan membahas anggota tim yang terlibat
dalam operasi. Anggota tim operasi secara umum dibagi dalam dua kelompok
besar, yaitu anggota tim steril dan anggota tim non steril.
a) Steril : Ahli bedah , Asisten bedah, Perawat Instrumentator (Scub nurse)
b) Non Steril : Ahli anastesi, Perawat anastesi, Circulating nurse, Teknisi (operator alat, ahli patologi dll)
d. Komplikasi
Komplikasi
selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama tindakan pembedahan.
Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan
hipertermi maligna.
1) Hipotensi
Hipotensi yeng terjadi selama
pembedahan, biasanya dilakukan dengan pemberian obat-obatan tertentu
(hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang diinginkan untuk menurunkan
tekanan darah pasien dengan tujuan untuk menurunkan jumlah perdarahan
pada bagian yang dioperasi, sehingga menungkinkan operasi lebih cepat
dilakukan dengan jumlah perdarahan yang sedikit. Hipotensi yang
disengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atu suntikan medikasi
yang mempengaruhi sistem saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen
anastetik inhalasi yang biasa digunakan adalah halotan.
Oleh karena
adanya hipotensi diinduksi ini, maka perlu kewaspadaan perawat untuk
selalu memantau kondisi fisiologis pasien, terutama fungsi
kardiovaskulernya agar hipotensi yang tidak diinginkan tidak muncul, dan
bila muncul hipotensi yang sifatnya malhipotensi bisa segera ditangani
dengan penanganan yang adekuat.
2) Hipotermi
Hipotermia adalah
keadaan suhu tubuh dibawah 36,6oC (normotermi : 36,6 37,5 oC).
Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai
akibat suhu rendah di kamar operasi (25 26,6 oC), infus dengan cairan
yang dingin, inhalasi gas-gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada
tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang
digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).
Pencegahan
yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan
adalah atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 26,6 oC)
jangan lebih rendah dari suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi
dibuat pada suhu 37 oC, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus
segera diganti dengan gaun dan selimut yang kering. Penggunaann topi
operasi juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotermi.
Penatalaksanaan pencegahan hipotermi ini dilakukan tidak hanya pada saat
periode intra operatif saja, namun juga sampai saat pasca operatif.
3) Hipertermi Malignan
Hipertermi
malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%. Sehingga diperlukan
penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat
gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen
anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin)
dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
Ketika diinduksi agen
anastetik, kalsium di dalam kantong sarkoplasma akan dilepaskan ke
membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara normal,
tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembalikan kalsium ke
dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi.
Namun pada orang dengan hipertermi malignan, mekanisme ini tidak terjadi
sehingga otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan mengalami
hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan
kerusakan sistem saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas, maka
segera diberikan oksigen 100%, natrium dantrolen, natrium bikarbonat dan
agen relaksan otot. lakukan juga monitoring terhadap kondisi pasien
meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas darah
3. Pascaoperatif
Asuhan
pascaoperasi harus dilakukan diruang pemulihan tempat adanya akses yang
cepat ke oksigen, pengisap, peralatan resusitasi, monitor, bel panggil
emergensi, dan staf terampil dalam jumlah dan jenis yang memadai. Asuhan
pasca operatif meliputi : meningkatkan proses penyembuhan luka serta
mengurangi rasa nyeri, pengkajian suhu tubuh, pengkajian frekuensi
jantung, mempertahankan respirasi yang sempurna, mempertahankan
sirkulasi, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara
memonitor input serta outputnya, empertahankan eliminasi, dengan cara
mempertahankan asupan dan output serta mencegah terjadinya retensi
urine, pengkajian tingkat kesadaran, pemberian posisi yang tepat pada
ibu, mempertahanka aktivitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum
ambulatori, mengurangi kecemasan dengan cara melakukan komunikasi
secara terapeutik.
0 komentar:
Posting Komentar