A. DEFINISI
Pemeriksaan fisik adalah salah satu tehnik pengumpul data untuk mengetahui keadaan fisik dan keadaan kesehatan.
B. HAL – HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMERIKSAAN FISIK
1. Selalu meminta kesediaan/ ijin pada pasien untuk setiap pemeriksaan
2. Jagalah privasi pasien
3. Pemeriksaan harus seksama dan sistimatis
4. Jelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan (tujuan, kegunaan, cara dan bagian yang akan diperiksa)
5. Beri instruksi spesifik yang jelas
6. Berbicaralah yang komunikatif
7. Ajaklah pasien untuk bekerja sama dalam pemeriksaan
8. Perhatikanlah ekpresi/bahasa non verbal dari pasien
C. JENIS PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Inspeksi
a. Definisi
Inspeksi
adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera
penglihatannya untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu
dari bagian tubuh atau fungsi tubuh pasien. Inspeksi digunakan untuk
mendeteksi bentuk, warna, posisi, ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh
pasien.
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2)
Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka
sendiri pakaiannya Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun
dibuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi
selimut).
3) Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas.
4) Catat hasilnya
2. Pemeriksaan Palpasi
a. Definisi
Palpasi
adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan
penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi
dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan,
bentuk, kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari
jaringan/organ tubuh. Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan
penegasan dari hasil inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak
terlihat.
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien bisa tidur, duduk
atau berdiri tergantung bagian mana yang diperiksa dan Bagian tubuh yang
diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek
dengan posisi yang nyaman untuk menghindari ketegangan otot yang dapat
mengganggu hasil pemeriksaan
3) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
4) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5) Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan yaitu dengan tekanan ringan dan sebentar-sebentar.
6) Palpasil daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan
7) Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8) Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9) Lakukan Palpasi ringan apabila memeriksa organ/jaringan yang dalamnya kurang dari 1 cm.
10) Lakukan Palpasi agak dalam apabila memeriksa organ/jaringan dengan kedalaman 1 - 2,5 cm.
11)
Lakukan Palpasi bimanual apabila melakukan pemeriksaan dengan kedalaman
lebih dari 2,5 cm. Yaitu dengan mempergunakan kedua tangan dimana satu
tangan direlaksasi dan diletakkan dibagian bawah organ/jaringan tubuh,
sedangkan tangan yang lain menekan kearah tangan yang dibawah untuk
mendeteksi karakteristik organ/ jaringan.
12) Rasakan dengan seksama
kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor bergerak/tidak dengan
konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut, ukurannya dan
ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa nyeri raba / tekan .
13) Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat
3. Pemeriksaan Perkusi
a. Definisi
Perkusi
adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/
gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh
yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan
pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung
oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan
resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi,
ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat gelombang
suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya dan
udara/ gas paling resonan
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien
dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung pada bagian mana yang akan
diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan
pasien dalam keadaan rilek dan posisi yang nyaman untuk menghindari
ketegangan otot yang dapat mengganggu hasil perkusi.
3) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
4) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
5) Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
a) Metode langsung yaitu melakukan perkusi atau mengentokan jari tangan langsung dengan menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
b) Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut :
(1)
Jari tengah tangan kiri (yang tidak dominan) sebagai fleksimeter di
letakkan dengan lembut di atas permukaan tubuh, upayakan telapak tangan
dan jari-jari lain tidak menempel pada permukaan tubuh.
(2) Ujung
jari tengah dari tangan kanan (dominan) sebagai fleksor, untuk memukul/
mengetuk persendian distal dari jari tengah tangan kiri.
(3) Pukulan harus cepat, tajam dengan lengan tetap/ tidak bergerak dan pergelangan tangan rilek.
(4) Berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area tubuh.
(5) Bandingkan bunyi frekuensi dengan akurat.
6) Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
a) Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan kualitas seperti drum (lambung).
b) Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru normal).
c) Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan (empisema paru).
d) Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak lama kualitas seperti petir (hati).
e) Bunyi kempes mempunyai intensitas lembut, nada tinggi, waktu pendek, kualitas datar (otot).
4. Pemeriksaan Auskultasi
a. Definisi
Aukultasi
adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi yang
terbentuk di dalam organ tubuh. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi
adanya kelainan dengan cara membandingkan dengan bunyi normal.
Auskultasi yang dilakukan di dada untuk mendengar suara napas dan bila
dilakukan di abdomen mendengarkan suara bising usus.
b. Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.
Pemeriksa
harus mengenal berbagai tipe bunyi normal yang terdengar pada organ
yang berbeda, sehingga bunyi abnormal dapat di deteksi dengan sempurna.
Untuk mendeteksi suara diperlukan suatu alat yang disebut stetoskop yang
berfungsi menghantarkan, mengumpulkan dan memilih frekuensi suara.
Stetoskop terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian kepala, selang
karet/plastik dan telinga. Selang karet/plastik stetoskop harus lentur
dengan panjang 30-40 cm dan bagian telinga stetoskop yang mempunyai
sudut binaural dan bagiannya ujungnya mengikuti lekuk dari rongga
telinga Kepala stetoskop pada waktu digunakan menempel pada kulit
pasien. Ada 2 jenis kepala stetoskop yaitu :
1) Bel stetoskop
digunakan untuk bunyi bernada rendah pada tekanan ringan, seperti pada
bunyi jantung dan vaskuler. Bila ditekankan lebih kuat maka nada
frekuensi tinggi terdengar lebih keras karena kulit menjadi teranggang,
maka cara kerjanya seperti diafragma.
2) Diafragma digunakan untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru
c. Cara pemeriksaan
1)
Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian mana
yang diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman
3) Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala, selang dan telinga
4) Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa sesuai arah, ukuran dan lengkungannya. Stetoskop telinga
5) Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada telapak tangan pemeriksa atau menggosokan pada pakaian pemeriksa
6) Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa dan lakukan pemeriksaan dengan seksama dan sistimatis
7)
Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah
pada tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan
diafragma untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru
8) Informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status.
D. POSISI PEMERIKSAAN
Untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimal, maka posisi pemeriksaan
sangat menentukan. Beberapa posisi yang umum dilakukan yaitu :
1.
Posisi duduk dapat dilakukan di kursi atau tempat tidur. Digunakan untuk
pemeriksaan pada kepala, leher, dada, jantung, paru, mamae, ektremitas
atas.
2. Posisi supine (terlentang) yaitu posisi berbaring terlentang
dengan kepala disangga bantal. Posisi ini untuk pemeriksaan pada
kepala, leher, dada depan, paru, mamae, jantung, abdomen, ektremitas dan
nadi perifer
3. Posisi dorsal recumbent yaitu posisi berbaring dengan lutut ditekuk dan kaki menyentuh tempat tidur
4. Posisi sims (tidur miring) , untuk pemeriksaan rectal dan vagina
5. Posisi Prone (telungkup), untuk evaluasi sendi pinggul dan punggung
6. Posisi lithotomi yaitu posisi tidur terlentang dengan lutut dalam keadaan fleksi. Untuk pemeriksaan rectal dan vagina
7. Posisi knee chest (menungging), untuk pemeriksaan rectal
8. Posisi berdiri yaitu untuk evaluasi abnormalitas postural, langkah dan keseimbangan.
0 komentar:
Posting Komentar